Sampah Makanan di Libanon: Budaya Berkumpul, Penyediaan Hidangan, dan Inisiatif Bi-Clean
Bulan suci Ramadan menjadi momentum bagi keluarga di Libanon untuk berkumpul bersama, baik pada saat sahur dan buka puasa. Bahkan, disebutkan bahwa perkumpulan keluarga (termasuk kerabat lainnya), penyediaan makanan, dan rasa bersyukur dianggap sebagai aspek utama bulan Ramadan di Libanon. Tradisi yang kerap mereka lakukan selama Ramadan berupa memasak berbagai macam hidangan dan menyajikannya di atas meja. Seringnya, para keluarga di Libanon memasak sebanyak empat hidangan yang terdiri dari sup, salad, hidangan utama, dan hidangan penutup. Namun, tradisi ini mengarah kepada produksi sampah makanan sebanyak 52.5-60% karena tidak semua makanan yang telah disediakan dapat dikonsumsi hingga habis oleh masing-masing keluarga. Besaran persenan produksi sampah makanan patut untuk dikhawatirkan, terlebih Libanon mengalami krisis lingkungan serta ekonomi yang dapat menyebabkan mereka terlepas dari kemampuan untuk mengakses hak dasar kehidupan mereka, termasuk makanan.

Sumber: dimasharif.com
“The most significant Ramadan tradition that my family follows is being together as a family and I do hope and believe that the younger generation does follow this tradition. Ramadan is a lovely time of the year that I would invite everyone to join in and celebrate regardless of religion or culture.” – Tala Soubra
Meskipun begitu, muncul beberapa inisiatif-inisiatif kecil yang bertujuan untuk menuntaskan masalah sampah makanan, salah satunya adalah Bi-Clean. Bi-Clean merupakan fasilitas pengelola limbah di wilayah kotamadya Bikfaya dan daerah sekitarnya, dan juga fokus kepada sampah organik sebagai bagian dari proyek CLIMA (Cultural Landscape risk Identification, Management, and Assessment). Setiap harinya, Bi-Clean akan menerima dan memilah sekitar delapan ton sampah dari berbagai sumber. Terkhusus sampah organik, sampah jenis ini akan diolah dan diubah menjadi pupuk cair. Sumber lain mengatakan bahwa sampah organik, termasuk sampah makanan, tidak bisa melalui proses pengomposan karena Bi-Clean belum memiliki alatnya. Alternatif lainnya adalah memberikan jenis sampah tersebut kepada peternakan untuk dijadikan pakan ternak. Meski skalanya masih kecil dan terbatas pada beberapa wilayah negara dan belum mencakup skala nasional, namun inisiatif tersebut patut diacungi jempol.
Namun pada tahun 2021, keadaan terasa berbeda di Libanon. Sebab, isu krisis ekonomi dan keuangan akut mulai mengambil alih keberjalanan negara. Banyak keluarga di Libanon yang harus mengubah gaya hidup mereka karena terjadi kenaikan kurs Dolar AS dibandingkan dengan Pound Lebanon, yang menyebabkan inflasi harga pangan serta barang-barang lainnya. Seorang partisipan yang diwawancarai oleh penulis membuat strategi dalam menghadapi krisis ini, ia mengurangi jumlah hidangan yang dapat disantap oleh keluarganya, yang tadinya sebanyak empat hidangan utama, namun sekarang cukup satu hidangan utama saja. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir jumlah belanjaan bahan makanan, serta bahan yang belum terpakai dapat dikonsumsi di kemudian hari. Selain itu, partisipan tersebut turut mengembangkan resep dari makanan yang belum habis untuk dijadikan hidangan baru lainnya.
Sobat Surplus bisa mengikuti diskusi mengenai topik ini bersama anggota Komunitas Surplus lainnya, loh! Yuk, daftar disini!