top of page

Pengelolaan Food Waste di Singapura: Dari Limbah Makanan Menjadi Sumber Energi

Limbah makanan atau food waste menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dan banyak negara lain di dunia. Limbah makanan merupakan kondisi menurunnya kuantitas atau kualitas makanan yang terjadi pada tingkat pengecer, penyedia layanan makanan, dan konsumen hingga menjadi tidak termakan. Menurut FAO (2011), sekitar satu per tiga dari makanan dunia hilang atau terbuang setiap tahun.


Sumber : eco-business


Salah satu negara yang memiliki permasalahan food waste berasal dari tetangga Indonesia sendiri, Singapura. Limbah makanan adalah salah satu sumber limbah terbesar di negara tersebut, menyumbang sekitar 10 persen dari total limbah yang dihasilkan. Jumlah limbah makanan yang dihasilkan ini pun meningkat sekitar 20 persen selama periode 2010 - 2019 dan diperkirakan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan aktivitas ekonominya. Limbah makanan mengambil porsi sekitar 50% dari limbah rata-rata harian yang dibuang oleh setiap rumah tangga di Singapura. Pada 2019, Singapura menghasilkan sekitar 744 juta kg limbah makanan atau setara dengan 2 mangkok nasi per orang per hari atau sekitar 51.000 bus tingkat.


Mengapa hal ini menjadi masalah?

Limbah makanan menjadi masalah karena sifatnya yang dapat mendorong terjadinya polusi udara jika tidak dikelola dengan benar. Selain itu, limbah ini juga dapat mencemari limbah lain yang seharusnya dapat didaur ulang. Meningkatnya jumlah limbah makanan mendorong pemerintah untuk mendirikan lebih banyak fasilitas pembuangan limbah yang perlu dibangun. Hal ini menjadi dilema khususnya untuk Singapura yang memiliki kelangkaan terkait jumlah lahan.


Di sisi lain, ketika terdapat makanan yang terbuang, maka akan ada lebih banyak pula makanan yang harus diproduksi untuk memenuhi permintaan kebutuhan pangan nasional. Masalah ini dapat mempengaruhi keamanan pangan Singapura yang lebih dari 90% pasokan makanannya didapatkan melalui hasil impor.


Besarnya masalah yang dapat ditimbulkan tersebut mendorong Singapura untuk mengelola food waste secara strategis dan holistik dalam upaya mencapai negara bebas limbah (Zero Waste Nation) melalui Sustainable Singapore Blueprint (2015).


National Environment Agency (NEA) adalah organisasi publik Singapura yang bertanggung jawab atas kebersihan dan keberlanjutan lingkungan. NEA bersama Kementerian Lingkungan Hidup Singapura (MSE) bertugas memimpin pemilahan limbah makanan untuk pengolahan di gedung-gedung sektor publik besar di mana sejumlah besar limbah makanan dihasilkan.


Strategi Pengelolaan Limbah Makanan Singapura

Strategi yang dicanangkan dalam mengelola limbah makanan di SIngapura dilakukan dalam 4 langkah, yaitu:

  1. Mencegah dan Mengurangi Pemborosan Makanan di Sumbernya

  2. Mendistribusikan Kembali Makanan yang Tidak Laku/Berlebih

  3. Mendaur Ulang/Mengolah Limbah Makanan

  4. Memulihkan Energi

Diagram di bawah menunjukkan hierarki pengelolaan limbah makanan Singapura, dalam urutan prioritas.


Source: National Environment Agency


Pemulihan Energi dari Limbah

Tidak semua limbah makanan berhasil didaur ulang. Sisa limbah makanan yang tidak terdaur ulang atau terolah pun kemudian akan dibuang di pabrik pembakaran dalam rangka pengkonversian limbah menjadi sumber energi (Waste-To-Energy - WTE).


Source: StraitsTimes


Pada prosesnya, panas dari pembakaran menghasilkan uap panas dan menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Untuk mencegah bau yang dihasilkan keluar ke lingkungan, udara di bunker sampah pun dijaga agar tetap di bawah tekanan atmosfer.


Tidak berhenti sampai di situ, Singapura saat ini membangun fasilitas pengolahan limbah terpadu, Integrated Waste Management Facility (IWMF) yang digadang-gadang akan menjadi fasilitas pemulihan energi terbesar di dunia. Di tempat ini pula akan dibangun fasilitas dalam pengolahan limbah makanan dan pemisahan limbah yang dapat didaur ulang di Material Recovery Facility. Limbah makanan akan diolah melalui proses pencernaan anaerobik, atau penguraian secara biologis pada kondisi ketiadaan oksigen untuk menghasilkan biogas.


Source: State of Green


Proyek ini sendiri direncanakan akan selesai dan beroperasi pada tahun 2024. Setelah proyek ini selesai, Singapura pun akan semakin dekat dalam upayanya mencapai negara bebas limbah.


Nah, bagaimana menurut kalian terhadap strategi yang diterapkan pemerintah Singapura dalam memanajemeni isu food waste di negaranya? Bisa ga, sih, strategi semacam ini diterapkan di Indonesia? Atau, apa kalian punya strategi lain yang lebih keren? Yuk, tulis pendapat kamu di kolom komentar!



971 tampilan0 komentar