Mengganti Budaya Plastik ke Budaya Berkelanjutan
Diperbarui: 11 Jun 2020

Sumber : unsplash.com
Masalah sampah, khususnya sampah plastik telah menjadi perhatian berbagai negara. Menurut peneliti World Bank, dunia ini menghasilkan setidaknya 3,5 juta ton plastik dan sampah solid lainnya dalam sehari, 10 kali lipat jumlah dari seabad yang lalu . Negara Indonesia merupakan penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Menurut data yang disampaikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, 80% sampah plastik yang masuk ke laut berasal dari daratan dan sebagian besar melalui aliran sungai. Dalam jangka panjang, masalah sampah plastik akan menimbulkan dampak negatif seperti bencana alam dan perilaku masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi kebiasaan yang buruk bagi suatu negara.
Tapi saat ini sudah terdapat beberapa upaya kreatif yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk mengurangi penggunaan plastik seperti membungkus daging kurban saat Idul Adha dengan besek, mengganti sedotan plastik dengan sedotan bambu atau sedotan kertas, atau mengganti gelas plastik dengan gelas berbahan kertas. Penggantian alternatif ini sederhana dan mudah untuk dilakukan. Kesadaran masyarakat akan krusialnya masalah sampah plastik di Indonesia bisa menjadi maksimal dengan dukungan dari pemerintah melalui regulasi yang mendukung keselamatan lingkungan.
Di Indonesia sudah terdapat beberapa Peraturan Daerah untuk menangani sampah plastik. Di Jakarta terdapat Pergub Nomor 142 tahun 2019, di Bali terdapat Pergub Nomor 97 tahun 2018, dan di Semarang terdapat Perwal Nomor 27 Nomor 2019. Peraturan tersebut mewajibkan masyarakat dan para pelaku usaha untuk menggunakan alternatif pengganti tas plastik menggunakan tas belanja yang ramah lingkungan. Hal ini perlu disambut baik sebagai upaya pengurangan jumlah sampah plastik di Indonesia.
Namun banyak orang yang akhirnya kebingungan karena tidak ada lagi tas plastik bekas belanja yang bisa digunakan untuk wadah di tempat sampah. Solusi apa yang kira-kira bisa dilakukan untuk hal ini? Kami menghubungi Jeanny Primasari, founder Zero Waste Nusantara untuk memberikan pendapatnya mengenai hal tersebut. “Setelah memilah dan mengolah (sampah) sebisanya di rumah, volume residu yang harus dioper ke TPA jadi tinggal dikit banget. Jadi plastik-plastik kecil 3 hari juga ga tentu penuh. Semua terhubung (dengan) cegah, pilah, olah. Kalau cuma mau cari alternatif kresek tapi ga mau mengusahakan 3AH (cegah, pilah, olah) tadi, ga akan workout properly”, kata Jeanny saat dihubungi via Whatsapp.
Selain itu, Jeanny juga memberikan beberapa tips dan langkah agar kita bisa mengurangi sampah plastik di rumah sekaligus melakukan praktek gaya hidup ramah lingkungan.
Mengurangi pemakaian produk-produk disposable (botol AMDK, tisu, bungkus packaging makanan take away, dan lain-lain). Volume sampah di rumah pasti akan berkurang banyak dan kebutuhan kresek sampah juga berkurang.
Memilah sampah. Lakukan pilah sampah minimal menjadi 2 kategori yaitu, organik dan anorganik. Sampah anorganik (biasanya kering) tidak perlu dibungkus kresek, maka kebutuhan kresek sampah makin sedikit lagi.
Pengomposan. Untuk mencapai nol kresek pun bisa terwujud dengan mengolah sampah organik menjadi kompos.

Sumber : unsplash.com
Inilah ketiga langkah yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah plastik dan menjawab kebingungan kita mengenai pemakaian kresek sampah. Hidup ramah lingkungan bisa jadi praktis dan bermanfaat untuk kehidupan kita serta lingkungan sekitar.