Memahami Perjalanan Food Waste di Piring Kita
Food Waste atau limbah makanan dapat digambarkan sebagai masalah “farm-to-fork”. Terdapat proses panjang yang terjadi sebelum makanan sampai ke piring kita. Di tengah proses tersebut, tidak jarang makanan ‘hilang’ selama proses yang terjadi di ladang, gudang, proses pengemasan, distribusi, supermarket, restoran, dan penyimpanan es.
Daniel Tay, selaku pendiri salah satu organisasi penyelamatan makanan berlebih di Singapura menjelaskan terdapat 3 penyebab utama yang menyebabkan limbah makanan terjadi. 3 penyebab utama tersebut dilihat dari sudut pandang konsumen, pedagang, serta petani. Dimana dari ketiga hal tersebut berasal dari kesalahan yang terjadi dalam melihat dan memperlakukan makanan dari berbagai pihak.
Dari sudut pandang konsumen, sebagian dari kita mungkin cenderung lebih menyukai makanan dengan ‘penampilan’ baik dibanding yang tidak. Hal tersebut, secara tidak langsung terbentuk dari ‘image’ yang diciptakan oleh pasar seperti supermarket dalam menyediakan makanan yang segar dan sempurna. Padahal perlu kita sadari bahwa makanan dengan penampilan tidak baik pun tetap memiliki nutrisi yang sama.

Sumber gambar : unsplash.com
Sebagai retailer atau pedagang, efisiensi dalam menjalankan usaha adalah suatu hal yang penting. Pengemasan dan penyusunan makanan merupakan hal yang perlu diperhitungkan dalam proses usaha. Oleh karena itu, pedagang lebih memilih produk makanan dengan ukuran yang seragam dan sesuai standar untuk memudahkan proses tersebut. Hal ini menyebabkan pedagang cenderung mengabaikan bahkan membuang produk makanan yang tidak sesuai dengan standar pasar.
Hal ketiga dalam limbah makanan juga dapat terjadi sudut pandang petani. Petani dihadapkan dengan kondisi alam yang tidak menentu serta kuota pemenuhan produk yang ditetapkan distributor. Menanggapi hal tersebut, petani mempersiapkan produksi panen dengan jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan. Namun, ketika tidak ada hambatan dalam proses produksi justru akan mengakibatkan oversupply. Kondisi oversupply ini mengakibatkan menurunnya harga suatu produk di pasar.
Menanggapi hal tersebut, Daniel Tay mengungkapkan bahwa beberapa pihak cenderung ‘menghilangkan’ produk berlebih untuk mempertahankan harga di pasaran. Dalam hal ini, efisiensi dalam berbisnis dan menghasilkan keuntungan merupakan hal utama yang masih diperhitungkan oleh beberapa pihak. Padahal, mengabaikan bahkan membuang makanan justru menciptakan masalah baru dibandingkan menyelesaikan masalah yang ada.
Dari penjelasan hal di atas, benang merah yang terjadi ialah cara pandang kita dalam menanggapi makanan. Jika kita masih melihat makanan sebagai suatu komoditas, kita cenderung menetapkan nilai pada makanan dan mengukurnya sebagai barang yang ‘menguntungkan’. Namun, jika kita melihatnya sebagai bagian dari hak dasar manusia, kita dapat lebih menghargainya dan memberikannya kepada yang lebih membutuhkan daripada menyia-nyiakan.