top of page

Korea Selatan menjadi Negara Teladan dalam Keberhasilan Pengelolaan Limbah Makanan

Peningkatan yang begitu drastis bagi negara ginseng dalam menangani limbah makanan. Bagaimana tidak, tercatat pada laporan dari World Economic Forum (WEF), Korea Selatan telah berhasil meningkatkan tingkat daur ulang limbah makanan dari hanya 2% (pada tahun 1995) menjadi 95% di tahun 2019 lalu. Hal ini sangat berbeda dibanding dari negara - negara maju lainnya di Asia, contoh Singapura. Menurut laporan statistik dari National Environment Agency (NEA) tahun 2019, tingkat daur ulang limbah makanan Singapura hanya mencapai 18% yang bisa kita ibaratkan jumlahnya setara dengan sekitar dua mangkuk nasi yang terbuang per orang setiap hari.

Sumber : unsplash.com


Keberhasilan Korea Selatan dalam memanajemen sampah makanan membawa manfaat. Contohnya yaitu pemerintah Korea Selatan telah menghemat 600 ribu dolar sehari sejak itu, yang sebelumnya dihabiskan untuk pembuangan limbah makanan. Hal ini yang membuat Korea Selatan memimpin dalam menangani limbah makanan dan menjadi contoh sukses dalam pengurangan limbah makanan. Lalu bagaimana Korea Selatan mampu mendaur ulang sebagian besar dari sampah makanan? Terdapat beberapa metode yang diterapkan di Korea Selatan, yaitu (dirangkum berdasarkan blogs.ntu.edu.sg dan www.nycfoodpolicy.org) :


1) Pay As You Throw

Pada tahun 2013, sebuah undang-undang ditetapkan yang mewajibkan limbah makanan dibuang ke dalam kantong yang dapat terurai secara hayati, dan biaya per rumah tangga dibebankan berdasarkan berat limbahnya. Sejak 2013, semua penduduk diwajibkan oleh undang-undang untuk membuang limbah makanan ke dalam kantong khusus yang dapat terurai secara hayati, ke dalam ember pengumpulan sampah yang telah ditentukan. Setiap tas yang dibuang akan dikenakan biaya, dengan harga sesuai volume. Tas itu sendiri dibeli dari toko swalayan atau supermarket setempat. Secara keseluruhan, tas dan pembuangannya rata-rata menghabiskan biaya sekitar $ 6 sebulan untuk sebuah keluarga yang beranggotakan empat orang.


2) Cold Turkey

Pada tahun 2005, terdapat sebuah larangan pembuangan limbah makanan yang dikirim ke tempat pembuangan sampah. Hal ini memaksa masyarakat untuk menangani limbah makanan melalui pendekatan lain. Contohnya makanan yang dikumpulkan akhirnya didaur ulang sebagai pupuk. Dengan skema pembayaran wajib Korea Selatan juga telah mendorong keluarga untuk mulai membuat kompos di rumah dan mengurangi tingkat makanan yang sebenarnya perlu didaur ulang. Tanggung jawab baru atas limbah makanan mereka membuat warga lebih sadar akan limbah makanan yang mereka hasilkan, memaksa mereka untuk mengurangi dan mencari cara untuk mendaur ulangnya.


3) Give it a New Purpose

Teknologi inovatif telah tumbuh di negara ini dalam menangani limbah makanan. Korea Selatan telah memanfaatkan teknologi seperti tempat sampah pintar, memasang lebih dari 6.000 tempat sampah otomatis di seluruh ibu kota Seoul. Tempat sampah ini menimbang limbah makanan warga, dan membebankan biaya kepada mereka untuk infrastruktur daur ulang yang dioperasikan pemerintah. Menurut pejabat, skema pembayaran untuk daur ulang limbah makanan ini telah membantu memangkas jumlah limbah makanan di Seoul sebanyak 47.000 ton hanya dalam enam tahun. Teknologi lainnya itu, sebuah perusahaan telah menemukan metode penggunaan larva lalat black soldier untuk memecah limbah makanan yang dikirim ke pabrik mereka. Larva dibesarkan di atas limbah selama dua minggu, sebelum diolah bersama kotorannya menjadi berbagai zat bermanfaat, seperti pupuk dan pakan ternak.


4) Food waste reduction; Sustainable agriculture

Korea Selatan kemudian menggunakan sisa makanan menjadi pupuk untuk mendukung rencana produksi pangan lokalnya, dengan mengirimkannya ke sektor pertanian dan perkebunan. Sejak skema dimulai pada awal 2010-an, jumlah inisiatif pertanian di Seoul telah melonjak enam kali lipat, mencakup area yang setara dengan ukuran 240 lapangan sepak bola. Selain itu, mendaur ulang limbah makanan dengan teknologi identifikasi frekuensi radio (RFID) yang digunakan untuk menimbang limbah, Korea Selatan menghemat negara hingga $ 600.000 dolar yang seharusnya digunakan untuk mengolahnya di tempat pembuangan sampah atau pabrik pembuangan limbah.


Metode-metode ini dilakukan karena dirasa penting bagi warga Korea Selatan, sebelumnya Korea Selatan adalah salah satu penghasil limbah makanan terbesar di dunia, menghasilkan 17.100 ton per hari pada tahun 2005. Masalahnya sebagian besar disebabkan oleh konsep budaya banchan (berbagai macam lauk yang disajikan dengan hampir semua makanan) yang menghasilkan sisa makanan dalam jumlah yang signifikan. Mengurangi dan mendaur ulang limbah makanan penting tidak hanya untuk kepentingan individu dan ekonomi secara umum, tetapi juga untuk tujuan lingkungan. Pengolahan limbah makanan di pabrik pembuangan limbah berkontribusi pada gas rumah kaca yang menyebabkan krisis iklim dunia saat ini. Secara global, limbah makanan menyumbang jumlah emisi yang hampir sama seperti transportasi jalan raya. Meskipun program-program tersebut dinilai berhasil, orang-orang masih saja membuang-buang makanan. Pusat pengolahan limbah makanan Seoul melaporkan tumpukan pupuk kering dalam jumlah besar yang tidak terpakai. Menurut Kim Mi-hwa, ketua Jaringan Gerakan Tanpa Sampah Korea, "Ada batasan seberapa banyak pupuk sisa makanan yang sebenarnya dapat digunakan, artinya harus ada perubahan dalam kebiasaan makan kita, seperti beralih ke budaya kuliner satu piring seperti negara lain atau setidaknya mengurangi jumlah banchan yang kita tata.”


Seperti itulah gambaran alasan mengapa Korea Selatan patut diacungi jempol dalam mengelola sampah makanan. Walaupun pengelolaan sampah makanan di Indonesia bisa dikatakan belum dilakukan secara terintegrasi, terutama terkait dengan program 3R, tetapi kita sebagai masyarakat yang memasuki moving towards society 5.0 dapat berpartisipasi mengurangi sampah makanan dimulai dari kita sendiri, salah satu contohnya yaitu mencegah makanan berlebih dengan membeli makanan pada aplikasi Surplus. Dengan begitu, perlahan demi perlahan Indonesia mampu menurunkan peringkat penghasil food waste terbanyak di dunia.


Referensi

Ho, Saly. 2021. Asian Example: Here’s How South Korea Is Recycling 95% Of Its Food Waste. Asian Example: Here’s How South Korea Is Recycling 95% Of Its Food Waste (greenqueen.com.hk) (URL)

Steffen, Andrea D. 2019. South Korea Has Almost Zero Food Waste, Here’s How. South Korea Has Almost Zero Food Waste, Here's How (intelligentliving.co) (URL)

Anonym. n.y. Case Study : South Korea. Case Study: South Korea | Food Waste in Singapore (ntu.edu.sg) (URL)

Sheldon, Marissa. 2020. South Korea Recycles Food Waste in Effort to Become Zero-Waste Society. South Korea Recycles Food Waste in Effort to Become Zero-Waste Society (nycfoodpolicy.org) (URL)


293 tampilan0 komentar