Inovasi Penanganan Food Waste di Norwegia yang dapat diadopsi Indonesia

Sumber: Thelocal.no
Di Eropa, setidaknya terdapat 88 juta ton food waste yang dihasilkan setiap tahunnya. Angka ini terhitung sangat besar, dengan sekiranya terdapat 173 kilogram food waste yang dihasilkan setiap orangnya di Eropa. Dengan ditetapkannya Sustainable Development Goals, maka terdapat komitmen untuk mengurangi food waste sebagai salah satu cara menghadapi climate change, dimana food waste memiliki kontribusi terhadap 8% dari emisi gas rumah kaca.
Norwegia adalah salah satu negara Eropa yang paling serius dalam menghadapi permasalahan food waste. Di Norwegia, terdapat 350 ribu ton makanan layak konsumsi yang dibuang per tahunnya, dan sebagian besar dibuang oleh konsumen rumah tangga. Pemerintah Norwegia di tahun 2017 membuat kesepakatan dengan industri makanan di Norwegia untuk mengurangi food waste sebesar 50% per tahun 2030. Kesepakatan ini mengikat kolaborasi antara produsen, manufaktur, retail, grosiran, restoran, rumah tangga, dan pemerintah.
Tentu saja tantangan yang dihadapi negara maju seperti Norwegia hampir serupa dengan Indonesia. Para konsumen lebih memilih produk yang terlihat bagus, sehingga produk-produk hasil panen yang terlihat kurang bagus seringkali dibuang. Konsumen juga enggan membeli produk yang sudah melampaui best before (baik digunakan sebelum), padahal best before hanya menunjukkan penurunan kualitas, bukan tidak aman untuk dikonsumsi. Pola beli konsumen yang berlebihan juga membuat banyak makanan yang akhirnya tidak dimakan, lalu dibuang ketika sudah tidak bagus. Seringkali dalam berbagai acara, makanan dimasak melebihi jumlah kapasitas yang dibutuhkan, sehingga makanan sisa seringkali dibuang.
Dengan kondisi tersebut, setiap aktor yang terlibat dalam rantai pasokan makanan melakukan berbagai inovasi untuk mengurangi food waste yang dihasilkan. Inovasi-inovasi ini sangat mungkin untuk dicontoh bagi Indonesia. Inovasi-inovasi tersebut antara lain:
1) Menggalakkan kampanye untuk mengedukasi penyimpanan makanan yang tahan lama.
Berbagai kampanye edukatif dilakukan oleh masyarakat Norwegia untuk mengajarkan masyarakat bagaimana menjaga kualitas makanan selama mungkin agar tidak berujung menjadi food waste. Bahkan, cara-cara penyimpanan yang dikampanyekan bisa melampaui tanggal best before yang dicantumkan di produk-produk makanan tersebut. Kampanye ini dilakukan karena banyak sekali kesalahan penyimpanan yang mengakibatkan makanan dibuang, dan dengan mengedukasi masyarakat, setidaknya bisa menghindari unavoidable food waste.
2) Mengubah Sistem Pelabelan Makanan
Label best before seringkali disalahartikan sebagai kedaluwarsa, padahal, best before merupakan penanda kualitas makanan paling optimal sebelum tanggal tersebut. Melampaui tanggal best before bukan berarti makanan tersebut sudah tidak layak dikonsumsi, sehingga produk makanan yang sudah melewati best before masih bisa dengan aman dikonsumsi. Norwegia mencoba dengan mengubah sistem pelabelan dari hanya menggunakan “best before”, kini ditambah “normally usable to”. Dengan cara ini, konsumen menjadi lebih paham bahwa makanan-makanan yang melampaui best before masih bisa dikonsumsi dengan aman, sehingga makanan tersebut tidak dibuang.
3) Membangun Toko yang Menjual Produk-Produk yang Melampaui Best Before
Toko-toko makanan ala supermarket ini mengumpulkan makanan-makanan yang sudah melampaui best before, namun masih bisa dikonsumsi, lalu dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga aslinya. Dengan ini, walaupun makanan tersebut memiliki penampilan yang tidak lagi sebagus produk baru, namun masih layak untuk dikonsumsi oleh pembeli, terutama bagi mereka yang tidak peduli dengan penampilan makanan dan ingin mendapatkan makanan dengan harga murah. Dengan membangun toko semacam ini, maka toko-toko makanan memiliki alternatif dibandingkan membuang makanan mereka, dan konsumen juga bisa membeli makanan dengan kualitas yang lebih variatif.
4) Merilis Aplikasi untuk Menyelamatkan Makanan
Toko-toko makanan yang menjual produk-produk best before tersebut juga merilis aplikasi untuk supermarket dan berbagai toko-toko makanan untuk membantu mengidentifikasi makanan-makanan yang berisiko tidak layak dikonsumsi lewat rekaman digital dari produk tersebut, sehingga makanan-makanan tersebut bisa dijual dengan harga murah atau didonasikan. Platform aplikasi lain, Foodlist, memungkinkan pengguna untuk foto makanan-makanan mendekati kadaluwarsa di toko-toko untuk memberitahu pengguna lain lokasi produk tersebut. Ada juga SNÅL frukt & grøn yang menjual sayuran sedikit layu, telur-telur yang warnanya aneh, dan buah-buahan yang penampilannya tidak bagus dengan harga yang didiskon. Aplikasi-aplikasi seperti ini membuat lebih banyak pihak-pihak yang terlibat untuk mengurangi food waste.
Meskipun terkesan mudah untuk melakukan, namun perlu sebuah komitmen dari seluruh pihak yang terlibat untuk menjalankan inovasi-inovasi tersebut. Sangat mungkin bagi Indonesia untuk mencontohi apa yang dilakukan masyarakat Norwegia dalam mengurangi food waste. Setidaknya dalam tahap pertama adalah mengedukasi cara menjaga makanan agar lebih tahan lama, dan edukasi mengenai bahaya food waste. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat Indonesia belum begitu luas mengenai food waste, dicerminkan dari kecenderungan yang tinggi di antara masyarakat untuk menyiapkan makanan berlebihan dan membuang sisa makanan. Jika kesadaran masyarakat sudah tinggi, maka akan muncul berbagai inovasi di antara kalangan masyarakat untuk mengurangi food waste.
Nah, beberapa inovasi yang dilakukan oleh Norwegia telah dilakukan oleh Surplus nih! Di Surplus, selain menyediakan platform untuk menyelamatkan makanan kelebihan, kamu juga bisa mengakses informasi bagaimana menjaga bahan makanan agar tahan lama lho! Kamu bisa lihat di blog Surplus dan ikut berbagi cara kamu untuk menjaga bahan makanan. Yuk download Surplus dan jadi #FoodWasteHero!