Cara Mesir Mengatasi Sampah Makanan: Relawan “Tanpa Nama”, Ingin Bergerak Tanpa Diliput Media
Bulan Ramadan dianggap sebagai salah satu aset terbesar budaya Mesir. Bulan suci ini disambut oleh warga Mesir dengan persiapan pesta yang diisi dengan berbagai macam makanan, seperti bebek, pasta, kentang goreng, dan salad segar. Tentunya, pesta ini tidak dirayakan oleh perorangan saja, banyak tamu yang mendatangi rumah-rumah untuk merayakan bulan Ramadan sambal menyaksikan pertunjukkan yang sifatnya seasonal selama Ramadan yang diselenggarakan setiap tahunnya. Akan tetapi, pemandangan di pagi harinya setelah pesta tersebut berlangsung cukup membuat kita ingin mengelus dada. Sebab, akan terlihat sisa-sisa potongan bebek yang hanya setengah dimakan, serta salad yang dibuang begitu saja.

Studi yang dilakukan oleh National Center for Social and Criminal Research (NCSCR) memperingatkan bahwa sekitar 83% keluarga Mesir mengubah kebiasaan konsumsi makanan selama bulan Ramadhan yang berimplikasi kepada peningkatan tagihan biaya makanan dengan rincian sebagai berikut:
66.5% untuk daging dan unggas
63% untuk permen
23% untuk perjamuan dan pesta makan malam
60% sampah makanan, khususnya dari rumah tangga

Perilaku konsumsi yang abnormal selama bulan Ramadan ini sedikit banyak menunjukkan perbatasan yang tegas terhadap kelas sosial pada masyarakat Mesir. Pasalnya, sudah bertahun-tahun lamanya Mesir mengalami kerawanan pangan dan kekurangan gizi. Data Bank Makanan di Mesir mencatat sekitar 16 juta orang Mesir hidup di bawah garis kemiskinan, serta 17% populasi di Mesir menderita kerawanan pangan (CAPMAS).
Untuk mengurangi tingkat keparahan terkait masalah ketahanan pangan, inisiatif yang dilakukan oleh Pemerintah Mesir berupa dukungan program kartu subsidi pangan yang melayani sekitar 78% populasi pada tahun 2017. Sedangkan berkaitan dengan Ramadan secara terkhusus, sebuah kelompok relawan “Tanpa Nama” berinisiatif untuk membuat malam Ramadhan di Mesir terbebas dari sampah makanan. Mereka menerima panggilan untuk mengambil makanan—berapapun jumlahnya—dan akan membagikan makanan tersebut kepada yang membutuhkan. Kelompok relawan ini semakin berkembang dengan baik, yang awalnya hanya terdiri dari 10 relawan saja, namun sekarang lebih dari 400 relawan bergabung dari berbagai daerah. Uniknya, kelompok relawan ini memilih tidak menggunakan nama apapun, karena mereka tidak tertarik terhadap profit, dan merasa bahwa tindakan positif mereka tidak perlu untuk diliput oleh media.
Sobat Surplus bisa mengikuti diskusi mengenai topik ini bersama anggota Komunitas Surplus lainnya, loh! Yuk, daftar disini!